SKEMA PROSES PERENCANAAN FISIK
Perencanaan fisik pembangunan pada hakikatnya dapat diartikan sebagai suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisiknya. Perencanaan fisik adalah suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisik.
Kepala Bidang Perencanaan Fisik dan Prasarana Wilayah, mempunyai tugas:
· Membantu Kepala BAPPEDA dalam melaksanakan sebagian tugas pokok dibidang perencanaan fisik dan prasarana.
· Mengumpulkan dan mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijakan pedoman dan petunjuk teknis bidang perencanaan fisik dan prasarana wilayah.
· Menyusun perencanaan pembangunan bidang PU, Perumahan, Perhubungan, LH dan penataan ruang.
· Mengkoordinasikan dan memadukan rencana pembangunan bidang PU, Perumahan, perhubungan, LH dan penataan ruang.
· Melaksanakan inventarisasi permasalahan di bidang fisik dan prasarana Wilayah serta merumuskan langkah-langkah kebijakan pemecahan masalah.
· Melakukan dan mengkordinasikan penyusunan program tahunan di bidang fisik dan prasarana Wilayah yang meliputi bidang PU, Perumahan, Perhubungan, LH dan Penataan ruang dalam rangka pelaksanaan RENSTRA Daerah atau kegiatan-kegiatan yang diusulkan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
· Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
· Melaksanakan tugas-tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.
Bidang Perencanaan Fisik dan Prasarana dibagi menjadi dua Sub Bidang yaitu, Sub Bidang Tata Ruang & Lingkungan dan Sub Bidang Prasarana Wilayah.
Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan, mempunyai tugas:
· Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian tugas pokok di bidang tat ruang dan lingkungan.
· Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program Tata Ruang dan Lingkungan yang serasi.
· Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program pembangunan Tata Ruang dan Lingkungan.
· Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan dengan sub bidang Tata Ruang dan Lingkungan.
· Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan serta merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan masalah.
· Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
· Melaksanakan tugas laun yang diperintahkan oleh atasan.
Sub Bidang Prasarana Wilayah, mempunyai tugas:
· Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian tugas pokok di Sub Budang Prasarana Wilayah
· Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program bidang Prasarana Wilayah
· Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program pembangunan PU, Perumahan dan Perhubungan.
· Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan dengan Sub Bidang Prasarana Wilayah.
· Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Prasarana Wilayah serta merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan masalah.
· Memberikan saran dan pertimbangan kepada aasan sesuai dengan bidang tugasnya.
· Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.
DISTRIBUSI TATA RUANG LINGKUP NASIONAL
Peran perencanaan terdapat dalam 4 lingkup, yaitu:
· Lingkup nasional
· Lingkup regional
· Lingkup local
· Lingkup sektor swasta
LINGKUP NASIONAL
Kewenangan semua instasi tingkat pemerintahan pusat berada dalam lingkup kepentingan secara sektoral. departemen-departemen yang berkaitan langsung dengan perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah:
Kewenangan semua instasi tingkat pemerintahan pusat berada dalam lingkup kepentingan secara sektoral. departemen-departemen yang berkaitan langsung dengan perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah:
· departemen pekerjaan umum
· departemen perhubungan
· departemen perindustrian
· departemen pertanian
· departemen pertambangan
· energi departemen nakertrans
Perencanaan fisik pada tingkat nasional tidak mempertimbangkan distribusi kegiatan tata ruang secara spesifikasi dan mendetail, misalnya program subsidi untuk pembangunan peruamahan atau program perbaikan kampung pada tingkat nasional tidak akan dibahas secara terperinci dan tidak membahas spesifikasi program ini pada suatu daerah. Yang dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas. Jadi pemilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi wewenang lagi dari pemerintah tingkat lokal. Meskipun rencana pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanaan fisik dalam tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat mempengaruhi program pembangnan yang disusun oleh tingkat lokal. Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN yang sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, seperti bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.
LINGKUP REGIONAL
Instasi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkat regional di Indonesia adalah pemda tingkat 1 di samping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal, contohnya dinas PU, DLLAJR, kanwil-kanwil yang mengkoordinasi adalah BAPPEDA tingkat 1 di setiap provinsi. Walaupun pertingkat kota dan kabupaten konsistensi sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah di gariskan di atas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai ketentuan dalam mengurus perencanaan wilayah sendiri. Yang penting dalam hal ini pengertian timbal balik adalah koordinatif. Contoh misalnya ada perencanaan fisik pembangunan pendidikkan tinggi suatu kota, untuk hal ini, selain dilandasi oleh kepentingan pendidikkan pada tingkat nasional juga perlu dipikirkan implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah tingkat II dimana perguruan tinggi tersebut dialokasikan. Masalah yang sering menyulitkan adalah koordinasi pembangunan fisik apabila berbatasan dengan kota atau wilayah lain. Ada isntansi khusu lainnya yang cukup berperan dalam perencanaan tingkat regional misalnya otorita atau proyek khusus seperti Otorita Batam, Otorita proyek Jatiluhur, DAS.
LINGKUP LOKAL
Tingkat kodya atau kabupaten biasanya seperti di bebankan kepada dinas-dinas, contohnya dinas PU, dinas TATA KOTA, dinas kebersihan, dinas pengawasan pembangunan kota, dinas kesehatan, dinas PDAM. Koordinasi perencanaan dilaksanakan berdasarkan kepres No. 27 Tahun 1980 oleh BAPPEDA tingkat II. Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal. Di Amerika dan Eropa, sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus dari pemerintah kota untuk menangani program kota tertentu seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes). Badan otorita ini diberi wewenang khhusu untuk menangani kembali perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.
LINGKUP SWASTA
Lingkup swasta dulunya hanyalah sebatas pada skala perencanaan pembangunan perumahan, jaringan utilitas, pusat perbelanjaan. Sekarang semakin positive menjadi indikator untuk memicu diri bagi instasi pemerintahan maupun BUMN. Badan-badan usaha konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan profesionalisme. Persaingan muncul menjadikan tolak ukur bagi tiap-tiap kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan atau produk. Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku, taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus sinkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.
Instasi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkat regional di Indonesia adalah pemda tingkat 1 di samping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal, contohnya dinas PU, DLLAJR, kanwil-kanwil yang mengkoordinasi adalah BAPPEDA tingkat 1 di setiap provinsi. Walaupun pertingkat kota dan kabupaten konsistensi sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah di gariskan di atas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai ketentuan dalam mengurus perencanaan wilayah sendiri. Yang penting dalam hal ini pengertian timbal balik adalah koordinatif. Contoh misalnya ada perencanaan fisik pembangunan pendidikkan tinggi suatu kota, untuk hal ini, selain dilandasi oleh kepentingan pendidikkan pada tingkat nasional juga perlu dipikirkan implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah tingkat II dimana perguruan tinggi tersebut dialokasikan. Masalah yang sering menyulitkan adalah koordinasi pembangunan fisik apabila berbatasan dengan kota atau wilayah lain. Ada isntansi khusu lainnya yang cukup berperan dalam perencanaan tingkat regional misalnya otorita atau proyek khusus seperti Otorita Batam, Otorita proyek Jatiluhur, DAS.
LINGKUP LOKAL
Tingkat kodya atau kabupaten biasanya seperti di bebankan kepada dinas-dinas, contohnya dinas PU, dinas TATA KOTA, dinas kebersihan, dinas pengawasan pembangunan kota, dinas kesehatan, dinas PDAM. Koordinasi perencanaan dilaksanakan berdasarkan kepres No. 27 Tahun 1980 oleh BAPPEDA tingkat II. Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal. Di Amerika dan Eropa, sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus dari pemerintah kota untuk menangani program kota tertentu seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes). Badan otorita ini diberi wewenang khhusu untuk menangani kembali perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.
LINGKUP SWASTA
Lingkup swasta dulunya hanyalah sebatas pada skala perencanaan pembangunan perumahan, jaringan utilitas, pusat perbelanjaan. Sekarang semakin positive menjadi indikator untuk memicu diri bagi instasi pemerintahan maupun BUMN. Badan-badan usaha konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan profesionalisme. Persaingan muncul menjadikan tolak ukur bagi tiap-tiap kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan atau produk. Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku, taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus sinkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.
SISTEM WILAYAH PEMBANGUNAN
Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Struktur perencanaan pembangunan nasional saat ini mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional. UU tersebut mengamanahkan bahwa kepala daerah terpilih diharuskan menyusun rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing. Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi, misi, arah kebijakan, dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan. Sementara itu juga, dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, maka ke dalam – dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan pembangunan tersebut di semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan aspek wilayah/spasial. Dengan demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang ada di Indonesia harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya landasan hukum kebijakan pembangunan wilayah di Indonesia terkait dengan penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum mengacu pada UU tentang Penataan Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum yang berisi kewajiban setiap provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah. Rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Menindaklanjuti undang- undang tersebut, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, meliputi:
1. Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
2. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
3. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.
4. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.
5. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
6. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.
Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan operasional harus konsistensi. Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari. Dengan demikian, terkait kondisi tersebut, dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan visi, misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi. RTRW nasional yang disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk jangka waktu selama 25 tahun.
2. RTRW provinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah provinsi yang berfokus pada keterkaitan antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun pada tingkat ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar pada landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan analisis penyusunan RTRW provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisis regional, ekonomi regional, sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem permukiman, penggunaan lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW provinsi meliputi: Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan lindung dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tematik; arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya; arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan; arahan pengembangan sistem prasarana wilayah; arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain.
3. RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5–10 tahun sesuai dengan perkembangan daerah.
KESIMPULAN
Perencanaan fisik pembangunan adalah usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Perencanaan pembangunan ini mempunyai skema dan prosedur yang jelas yang harus dipenuhi dalam pelaksanaannya, dimulai dari kepala bidang sampai sub-sub bidangnya, Perencanaan pembangunan memiliki 4 lingkup pembangunan yaitu lingkup nasional, regional, local dan swasta. Setiap lingkup ini memiliki keterkaitan secara vertikal, dimulai dari skala yang paling besar dan umum sampai skala terkecil dan khusus. Pembangunan fisik ini juga diatur pelaksanaannya dalam beberapa undang-undang yang berkaitan dengan penataan ruang, seperti UU No. 24 Tahun 1992, UU No. 24 Tahun 2005 dan UU No.17 Tahun 2007. Pembangunan fisik setiap wilayah berbeda, sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) wilayah masing-masing. RTRW sendiri memiliki pedoman di antaranya penyusunan RTRW provinsi, RTRW kabupaten dan kemudian RTRW perkotaan.
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar